Translate

Monday, October 17, 2022

BURUNG PENGHUNI HUTAN MANGROVE TERSISA DI JAKARTA

Sekilas burung ini memang mirip gagak, dengan warna didominasi hitam namun terdapat warna merah di sayap yang menjadi ciri khasnya. Selain warna merah di sayap tersebut, Bubut Jawa adalah bagian dari keluarga Cuculidae bukan keluarga Corvidae (Gagak), Cuculidae sendiri adalah keluarga burung yang unik, karena keluarga burung ini, kebanyakan jenisnya tidak bertanggung jawab ketika membesarkan anak.

Bubut Jawa di Jakarta sendiri sudah tercatat sejak tahun 1938 berdasarkan catatan Andries Hoogerwerf dalam bukunya "De Avifauna van Batavia en Omstreken" bertempat di Muara Angke yang dahulu berupa kawasan Cagar Alam dan persebaran burung ini hingga ke daerah Ancol serta Cilincing namun sayangnya hingga hari ini keberadaannya di Jakarta hanya bisa di temukan di Muara Angke saja.


MORFOLOGI 

Bubut Jawa (Centropus nigrorufus), dalam bahasa inggris di kenal dengan nama Javan Coucal atau Sunda Coucal. Burung ini mempunyai ukuran tubuh 46 cm dengan warna tubuh keseluruhan hitam dan terdapat warna merah di sayap dan mata. Secara penampakan mirip dengan Bubut besar (Centropus sinensis), namun warna hitam lebih kusam di bandingkan Bubut besar, dan hasil uji Mitokondria DNA, Bubut Jawa lebih dekat kekerabatannya dengan Bubut besar di bandingkan bubut lainnya. Untuk kakinya Bubut Jawa serta keluarga dari Cuculidae mempunyai jumlah jari 2 di depan dan 2 di belakang, hal ini yang membedakan Cuculidae dengan keluarga burung lainnya.


DISTRIBUSI

Bubut Jawa adalah jenis burung endemik di Pulau Jawa dan lebih sering ditemukan di Kawasan pesisir terutama di daerah mangrove dan rawa-rawa, namun ada catatan di musim hujan bisa ditemukan di daerah padang rumput, hutan tergenang dan perkebunan tebu. Informasi terbaru berdasarkan buku Panduan Lapangan Burung-burung di Sunda besar (Taufiqurrahman dkk 2022), keberadaan Bubut Jawa juga tercatat di Madura dan Bali. 


POLA PAKAN DAN KEBIASAAN

Bubut Jawa dilihat dari persentase pakannya, 57% memakan serangga, 40% memakan amfibi dan reptil, 2% mamalia kecil seperti tikus dan 1% bulir-bulir padi (Oryza sativa), sehingga bisa kategorikan burung ini sebagai Omnivora atau pemakan segala. Di kali Angke Jakarta, kebiasaan mencari pakan burung ini adalah mencari ulat bulu di rawa yang di tumbuhi rumput-rumput tinggi namun terkadang burung ini mencari makan di pinggiran kali Angke yang disatu sisi daerah ini di penuhi oleh sampah yang berasal dari kota Jakarta, di duga Bubut jawa mencari lalat-lalat yang hinggap di tumpukan sampah.


STATUS

Menurut IUCN, status Bubut Jawa adalah Vulnerable (VU) atau rentan terancam punah di alam yang artinya burung berstatus VU hanya memiliki 1000 individu dewasa di alam dan habitatnya terfragmentasi, hal ini cocok sekali dengan habitat Bubut Jawa yang kebanyakan berada di daerah pesisir dan dimana habitat pesisir ini adalah salah satu area di Jawa yang sering sekali beralih fungsi entah itu sebagai tambak, pemukiman atau area industri dan di Jakarta sendiri, dari tahun 1938 keberadaan Bubut Jawa yang dahulu tersebar luas sekarang menyusut hingga tersisa di Muara Angke saja. 

Selain berstatus Vulnerable sejak tahun 2018 Bubut Jawa sudah dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan semoga kedepannya populasinya tetap bertahan atau bertambah.


DAFTAR PUSTAKA

MacKinnon, J. 1990. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Penerbit Universitas Gadjah Mada.

Payne, R. B. and G. M. Kirwan 2020. Sunda Coucal (Centropus nigrorufus), version 1.0. In Birds of the World (J. del Hoyo, A. Elliott, J. Sargatal, D. A. Christie, and E. de Juana, Editors). Cornell Lab of Ornithology, Ithaca, NY, USA.  

Taufiqurrahman, I., P.G. Akbar, A.A. Purwanto, M. Untung, Z., Assiddiqi, M. Iqbal, W.K. Wibowo, F.N. Tirtaningtyas & D.A. Triana. 2022. Panduan lapangan burung-burung di Indonesia Seri 1: Sunda Besar. Birdpacker Indonesia-Interlude: Batu.


No comments: