Translate

Wednesday, April 5, 2017

Keluarga Tumbuhan Pemangsa Namun Vegetarian


Nepenthes ampullaria, merupakan salah satu jenis kantong semar yang ada di Indonesia, namun jenis N. ampullaria tidak memiliki kedekatan dengan spesies lain dalam marga Nepenthes. Periuk monyet adalah nama lokal dari N. ampullaria, karena jenis ini pada musim kemarau sering digunakan monyet untuk minum.

N. ampullaria di Indonesia dapat ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Kepulauan Maluku dan Papua. N. ampullaria biasanya hidup di tempat yang lembap, hutan teduh sampai ketinggian 2.100 meter di atas permukaan laut.


Di Kalimantan, biasanya hidup di tanah yang datar seperti di hutan kerangas, hutan rawa gambut, dan hutan rawa yang terdegradasi, di ketinggian 0 sampai 1.000 meter. Sedangkan di Sumatera, N. ampullaria tumbuh sampai di ketinggian 1.100 meter pada tanah datar seperti di hutan yang hangat, padang rumput, belukar, hutan rawa gambut, hutan rawa yang terdegradasi, sampai di sawah padi.

Batang dari N. ampullaria berwarna coklat dan bisa tumbuh sampai 15 meter. Daunnya berwarna hijau, panjang 25 cm, dan lebar 6 cm. Kantong dihasilkan pada ujung daun dan sulur tidak lebih panjang dari 15 cm. Kantung bawah berukuran kecil, jarang bisa melebihi 10 cm dan tinggi 7 cm. Kantung atas jarang dihasilkan, biasanya ukurannya lebih kecil dari kantung bawah. Warna kantung bervariasi, mulai dari hijau polos sampai merah tua dan banyak kombinasi lain yang ditemukan.

N. ampullaria paling mudah dibedakan dengan jenis Nepenthes lainnya karena keunikannya. salah satu keunikannya adalah kemampuan menghasilkan “kelompok kantung” yaitu segerombolan kantong-kantong tanpa daun yang tumbuh pada batang tegak atau di atas tanah hingga menyerupai karpet tebal di lantai hutan atau di rawa-rawa.



N. ampullaria juga dikenal sebagai satu-satunya spesies kantong semar yang “vegetarian”, dikarenakan kantong tanaman ini tidak memiliki kelenjar nektar pada bibir kantong sehingga jarang ada serangga yang terjebak dalam kantong. Umumnya sebagian besar benda-benda yang ditemukan dalam kantong adalah dedaunan yang membusuk, kotoran hewan, ranting-ranting kecil dan air hujan. Jadi, kantong semar ini sangat berguna sebagai alternatif air minum ketika sedang tersesat atau “survival”.

Di kalangan hobiis tanaman, jenis ini banyak di silangkan dengan jenis Nepenthes lain sehingga menghasilkan beberapa varian baru. Jenis ini juga dimanfaatkan sebagai obat sakit mata dan obat sakit perut.


Wednesday, March 29, 2017

Mengabadikan Para Penghuni Malam Ranca Upas


“toeeeeeeeeeettt ... toeeeeeeeeeeettt ... suara tongeret, mulai bergema menandakan malam sebentar lagi akan tiba. Beberapa rekan-rekan pegiat Wildlife Photography mulai berkumpul di tenda setelah lelah seharian berburu burung Luntur Jawa (Apalharpactes reinwardtii) yang merupakan maskot bagi para fotografer wildlife jika berkunjung ke Ranca Upas.

Ranca Upas atau Kampung Cai Ranca Upas adalah salah satu bumi perkemahan di Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Terletak di Jalan Raya Ciwidey Patenggang KM. 11, Alam Endah, Ciwidey Kabupaten Bandung, Jawa Barat dengan jarak sekitar 50 km dari pusat Kota Bandung. Ranca Upas adalah salah satu spot menarik bagi kalangan pemotret wildlife karena wilayah ini termasuk ke dalam kawasan Important Bird Area (IBA) dimana disini para pemotret akan dimanjakan dengan kehadiran burung endemik jawa dan terancam punah seperti Luntur Jawa, Puyuh Gonggong Jawa, Kipasan ekor Merah dan lainnya.

Para pegiat wildlife photography mengabadikan burung di Ranca Upas

Perkemahan Ranca Upas Memiliki luas area sekitar 215 Hektar, berada pada 1700 meter di atas permukaan laut, dengan suhu udara sekitar 17°C - 20°C. Dengan kawasan Perhutani yang mengelilinginya. Ranca Upas sendiri sejarahnya merupakan daerah rawa yang banyak tumbuh pohon Upas (Antiaris toxicaria) yakni pohon yang memiliki getah yang sangat beracun yang dahulu racunnya dipergunakan dalam anak panah untuk berburu.

Hari pun semakin gelap, teman-teman fotografer pun semakin akrab bercengkrama di depan api unggun. Tanpa menyia-nyiakan waktu di tempat yang indah ini, saya dan teman dari Balikpapan akhirnya menyusuri jalan hutan dengan tujuan mencari hewan-hewan yang beraktifitas di malam hari, terutama amfibi dan reptil atau yang lebih dikenal dengan sebutan hewan herpetofauna

Lampu dari senter pun menyala terang, kami amati kanan dan kiri jalan setapak, tak lama di depan kami nampak pantulan mata berwarna merah, bergegas menuju ke arah yang disorot lampu senter dan kami menemukan Green-lesser Agamid (Pseudocalotes tympanistriga) atau biasa disebut Kadal mimikri. Kadal ini nampak sedang tidur, karena jenis ini dan bunglon kerabatnya adalah reptile yang aktif di siang hari bukan di malam hari. Kami menemukan ada 4 individu yang tak jauh jaraknya sedang beristirahat di tumbuhan paku.

Kadal Mimikri sedang tertidur di daun tumbuhan paku
Perjalanan kami lanjutkan ke arah sungai, sesaat ketika melewati daerah yang terbuka dengan banyak serasah daun, saya melihat ada sesuatu kecil sedang melompat-lompat. Segera saya hampiri dan wow saya menemukan Bangkong serasah (Leptobrachium haseltii), terakhir saya menemukan jenis ini di daerah Bodogol, Taman Nasional Gede Pangrango. Katak yang bagus sekali coraknya menurut saya, sehingga langsung saya abadikan dengan kamera.

Bangkong serasah diantara serasah-serasah hutan
Dari arah sungai saya mendengar suara khas yang saya kenal betul, dan yup banyak sekali individu Katak pohon jawa (Rhacoporus margaritifer) yang sedang bertengger dan sesekali mengeluarkan suara khasnya. Katak pohon ini merupakan katak pohon yang hanya dapat dijumpai di pulau Jawa. Umum ditemukan di aeral terbuka dekat hutan hingga di hutan namun berada dekat sungai. Terlihat juga di kejauhan si Kongkang kolam (Hylarana chalconota), namun tidak sempat terfoto karena jarak yang terlalu jauh.

Katak pohon Jawa, bertengger di pohon yang tak jauh dari sungai
Kami tidak terlalu lama melakukan hunting malam, dikarenakan perut yang sudah terasa lapar dan kami memutuskan kembali ke tenda, untuk saling bercerita dengan rekan-rekan pegiat wildlife photography yang lain. Menariknya dalam perjalan pulang kami menemukan Percil Jawa (Microhyla achatina) yang selalu bersembunyi, namun katak ini selalu mengeluarkan suara yang keras dan tambahan esok paginya ketika sedang hunting burung, saya menemukan Katak pohon emas (Philautus aurifasciatus) yang sedang beristirahat di pohon kecil.

Percil jawa, si kecil yang bersuara besar

Katak pohon emas yang sedang asyik bertengger
Jadi Ranca Upas menurut saya untuk objek wildlife photography, tidak hanya menarik dari sisi burungnya namun juga keanekaragaman lainnya seperti reptil dan amfibi ... so selamat hunting