Translate

Wednesday, December 24, 2008

Alam Jakarta


Siapa sangka di balik rimbunnya hutan beton Jakarta, ternyata kita masih dapat menemukan berbagai jenis satwa yang hidup dari alam yang tersisa. Mencermati fenomena ini, perlu adanya upaya pemahaman tentang pentingnya kelestarian alam agar satwa yang ada tetap terselamatkan. Buku Alam Jakarta yang disusun sebagai buku panduan keanekaragaman hayati yang tersisa di Jakarta merupakan jawabannya. Buku ini merupakan barang langka, pasalnya buku panduan lapangan berbahasa Indonesia sangat jarang ditemui di pasaran.

Ady Kristanto sang penulis merupakan seorang ahli biologi yang mencoba membagi pengetahuannya seputar kehidupan liar yang tersisa di Jakarta. Buku setebal 218 halaman dengan tampilan full grafis ini mencoba untuk menyajikan hidupan liar yang ada dalam bentuk ringkas, menarik dan informatif.

Informasi yang disajikan cukup sistematis. Di awal bab kita akan mendapat pengetahuan dasar tentang berbagai permasalahan lingkungan yang ada di Jakarta. Lalu kita diajak untuk mengetahui prinsip dasar pengamatan satwa. Pada bab selanjutnya kita akan berkelana ke ekosistem yang ada di sekitar Jakarta, seperti kawasan pesisir, sungai dan danau serta ekosistem pulau seribu. Dan pada bab terakhir kita diajak untuk melihat kepunahan satwa yang diakibatkan oleh perdagangan liar yang masih marak sampai sekarang.

Berbagai macam pengetahuan seputar Jakarta akan kita peroleh dalam buku ini. Mulai dari sejarah, arsitektur, sampai ciri khas satwa dan ekosistem yang kita jumpai. Penjelasan lengkap tentang perilaku dan kenampakan fisik satwa yang diamati merupakan keunikan dari buku ini. Sehingga orang awampun serasa terpancing untuk mendalami dunia satwa yang menghebohkan. Tidak sampai disitu, berbagai informasi yang unik dan menarik disajikan dalam bentuk info box.

Dalam tampilan penuh warna buku ini dapat menjadi panduan pengamatan sederhana di lapangan. Untuk membantu pengamatan, khususnya burung, di bagian belakang buku ini disediakan pula sebuah form pengamatan yang sudah lengkap dengan informasi habitat dan status lindung burung yang diamati. Serta sudah dilengkapi dengan peta dan rute angkutan umum. Jadi setelah anda membaca buku ini dan ingin membuktikannya langsung di lapangan, buku ini dapat diandalkan. Pemakaian buku ini sebagai panduan lapangan tingkat lanjut perlu ditambah dengan buku panduan lapangan yang sudah direkomendasikan penulis.

Keunikan buku ini semakin bertambah dengan adanya informasi seputar komunitas yang aktif menyelamatkan keberadaan alam Jakarta. Komunitas tersebut di antaranya Jakarta Green Monster, Jakarta Bird-watcher's Community. Jika anda berminat untuk terlibat aktif menyelamatkan Jakarta, silahkan merujuk alamat komunitas yang tercantum di belakang buku. Selamat membaca dan menyelamatkan alam tersisa Jakarta (Hendra Aquan).

Monday, July 7, 2008

Katak pohon bergaris

Katak-pohon bergaris (Polypedates leucomystax) adalah jenis katak pohon yang gampang ditemukan di Jakarta. Suka berada di pepohonan, habitatnya berada dekat kolam atau rawa di dalam hutan, terdapat juga di hutan bekas tebangan maupun di dekat hunian manusia.

Katak ini dalam beberapa bahasa daerah disebut juga sebagai cehay atau cekay (Sd.), perkak (Bms.) dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris kodok ini dikenal sebagai Striped Tree Frog, Four-lined Tree Frog, Common Tree Frog, Banana Frog dan beberapa nama lainnya.

Marga Polypedates hanya terdapat 13 jenis, dan 4 jenis diantaranya terdapat di Indonesia. Selain katak ini ada juga katak pohon telinga gelap (Polypedates macrotis), katak pohon jam pasir (Polypedates colletii) dan katak pohon telinga bergerigi (Polypedates otilophus). Sayang ketiga jenis ini tidak terdapat di Jawa tetapi dapat dijumpai di Sumatera, Kalimantan serta beberapa pulau di sekitarnya.

Katak pohon bergaris, bercirikan punggung (dorsal) berkulit halus, tanpa lipatan, tonjolan atau bintil-bintil. Warna sangat berubah-ubah, coklat muda kekuningan, keabu-abuan sampai pucat keputihan, dengan corak, polos (Gambar 1), berbintik gelap besar dan kecil (Gambar 2), atau bergaris-garis memanjang (Gambar 3).


Katak ini juga dapat berubah warna dari yang berpola agak gelap dan kontras di waktu malam, hingga pucat dan samar-samar di waktu siang. Seperti yang saya temukan pada siang hari di hutan kota srengseng, Jakarta Barat, dia sedang asyik-asyiknya tidur di rumput gajah. Terdapat suatu garis atau pita gelap kehitaman sampai hitam antara hidung dengan mata, terus ke belakang melewati sisi atas timpanum (gendang telinga) sampai ke bahu. Pita hitam itu dibatasi garis tipis kuning keemasan di sebelah atasnya, terutama dari mata hingga ke bahu di atas timpanum.


Tangan dan paha dengan garis-garis (coreng) miring kehitaman. Jari-jari di tangan berselaput renang setengahnya atau hampir tak ada. Selaput renang di kaki berwarna kehitaman, mencapai ruas jari paling ujung; kecuali pada jari keempat (yang terpanjang), hanya mencapai ruas kedua dari ujung. Dengan mata besar, menonjol iris kuning keemasan. Bibir atas keemasan, bibir bawah kehitaman.

Katak ini aktif di malam hari (nokturnal), katak ini sering terdengar berbunyi keras sejak menjelang magrib. Mereka memangsa beraneka jenis serangga.

Pada musim kawin, banyak individu jantan (terkadang hingga sekitar 10 ekor) yang berkumpul dekat kolam, parit atau genangan air lainnya. Katak-katak jantan ini memanjat semak-semak rendah atau pohon kecil di dekat genangan, hingga ketinggian 1 m atau lebih di atas tanah, serta bersuara sahut-menyahut dari tenggerannya itu untuk memikat kodok betina. Jika bertemu, pasangan katak pohon ini lalu bergerak mencari posisi daun atau ranting yang menggantung di atas air untuk menempelkan telurnya.

Telur-telur itu diletakkan di sebuah sarang busa yang dilekatkan menggantung di atas genangan, pada daun, ranting, tangkai rumput, atau terkadang juga pada dinding saluran air. Gelembung-gelembung busa ini akan melindungi telur dari kekeringan, hingga saatnya menetas dan kecebongnya keluar berjatuhan ke air.

Di saat musim kawin, beberapa katak jantan menunjukkan sikap agresif terhadap kehadiran cahaya senter dengan menghampiri dan bertengger dekat cahaya, dan lalu bersuara. Bunyinya ”pro-ek.. wrok!... krot..krot..krot” mirip orang menggesekkan giginya.

Karena keberadaannya sangat umum di Jakarta, coba teliti pekarangan anda dapatkan anda temukan katak ini? Selain itu katak pohon bergaris diketahui menyebar di India, Burma, Tiongkok Selatan, Kamboja, Laos, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, Nikobar, Mentawai, Sumatra, Borneo, Filipina, Sulawesi, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, hingga ke Timor dan beberapa di introduksi ke Papua.

Friday, June 27, 2008

Bondol Merah, Kuning, Hijau, . . “Wah Bondol Jenis Baru Nih?”

“Pak…pak…pak, beliin itu dong, burung yang warnanya merah atau kuning atau yang ijo itu tuh!!” tunjuk seorang anak kepada bapaknya, seketika itu juga mereka menghampiri penjual burung bondol yang ditunjuk anak tersebut.

Kejadian ini hanyalah salah satu keberhasilan para penjual burung bondol dalam memikat anak kecil untuk membeli dagangannya. Kebanyakan burung bondol yang dijual ialah jenis Bondol jawa (Lonchura leucogastroides), Bondol peking (Lonchura punctulata), dan Bondol haji (Lonchura maja).


Bila dibandingkan dengan warna bulu asli dari bondol tersebut, mungkin tidak terlalu menarik hanya sebatas warna hitam, coklat, dan putih. Tetapi yang membuat burung-burung itu semakin menarik ialah warna merah, kuning, hijau, atau warna-warna lainnya yang bukan berasal dari bulunya melainkan warna sepuhan dari penjual untuk memikat pembeli, terutama kalangan anak kecil.

Jika sejenak kita berfikir, apakah hal seperti itu tidak menyakitkan bagi burung itu sendiri, akibat dari perbuatan orang-orang yang tega menyepuh bulunya. Sepertinya burung itu sedang dipakaikan kostum yang bagus untuk dilelang. Siapa yang menarik dialah yang dipilih.


Lalu apakah kita hanya bisa tinggal diam saja melihat burung-burung itu merasa kesakitan dan tersiksa akibat sepuhan dan dikurung dalam kandang yang sempit?. Memang di pedesaan burung tersebut dianggap hama oleh para petani, tetapi alangkah indahnya jika mereka dibiarkan terbang bebas dialam, berkumpul bersama teman-temannya, mencari makan bersama dan saling bersilahturahmi, tentulah sangat indah untuk disaksikan walaupun bulu asli mereka tidak terlalu menarik untuk diperhatikan.


Seperti yang saya alami sendiri ketika melihat kawanan bondol berterbangan dengan bebas disawah nan hijau dan melihat bondol-bondol tersebut meloncat-loncat riang gembira dari batang padi yang satu ke batang padi yang lain bersama teman-temannya. Seketika itu saya merasa kagum dan takjub atas keagungan ciptaan Allah ... Subhanallah !!!!!


Di lain waktu di salah satu hotel di Semarang, saya pernah menyaksikan suatu kejadian yang mengagumkan tentang burung bondol tersebut. Di setiap burung pasti ada parasit yang menempel di bulunya, namun bondol-bondol tersebut mempunyai cara yang unik untuk membunuh parasit-parasit tersebut. Mungkin bisa disebut juga dengan mandi, tetapi bukan air yang digunakan melainkan zat asam yang dikeluarkan oleh semut rang-rang.


Bondol-bondol tersebut satu persatu secara bergiliran hinggap di dekat sarang semut tersebut, karena merasa terganggu tentunya semut-semut tersebut langsung mengeluarkan zat asamnya untuk mengusir makhluk pengganggu dari sarangnya. Lalu bondol tersebut membuka lebar-lebar sayapnya hingga zat asam yang dikeluarkan oleh semut menempel di bulu-bulunya. Setelah merasa cukup, bondol tersebut kemudian terbang dan digantikan oleh bondol lainnya. Sungguh sangat menakjubkan.

Seandainya saja para penjual tersebut bisa merasakan kepedihan yang dirasakan burung tersebut apabila mereka terpisah dari keluarga dan teman-temannya kemudian disepuh lalu dikurung di kandang yang sempit, mungkin mereka akan tetap membiarkan bondol-bondol tersebut hidup bebas di alam tanpa gangguan sedikitpun. Namun dikala ekonomi masih dijadikan alasan, kita tidak akan pernah tahu kapan hal tersebut akan terwujud.