Translate

Monday, October 31, 2022

ZOMBIE BELALANG

 


Di tengah pedalaman hutan tropis sumatera, tampak sebuah belalang bergerak perlahan, matanya tampak kosong namun dalam Langkah pasti, serangga ini bergerak menuju pucuk tanaman untuk mencari sinar matahari. Pertanyaannya kenapa belalang itu tidak melompat seperti biasanya, malah perjalan dengan perlahan. Yup belalang tersebut sudah menjadi zombie.

 

Makhluk Pembuat Ulah

Belalang kayu (Valanga sp.) tersebut menjadi korban infeksi dari jamur Cordyceps sp. Jamur cordyceps adalah jamur yang suka mencari inang dari serangga seperti belalang atau semu. Jamur akan memaksa inangnya untuk memanjat ke atas tumbuhan, menjepitnya untuk menstabilkan dirinya sendiri, dan menunggu untuk mati. Kemudian, jamur perlahan-lahan muncul melalui kerangka luar serangga, membentuk tangkai ke atas melalui bagian atas hewan yang mati. Tangkai menghujani spora pada serangga di bawah, memulai proses dari awal lagi untuk mencari inang atau korban baru.

Untuk waktu yang lama, para ahli percaya bahwa Cordyceps menginfeksi otak inangnya, memaksanya untuk terlibat dalam perilaku aneh ini. Namun, penelitian baru yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences menceritakan kisah yang berbeda. Menggunakan Pencitraan 3D dan mikroskop elektron, sebuah penelitian menemukan bahwa Cordyceps menyerang serat otot hewan dan membuat otak tetap utuh. Itu berarti bahwa jamur mengendalikan apa yang dilakukan serangga saat serangga sepenuhnya sadar tetapi tidak dapat menghentikannya, wuiih seram sekali

 


Brutal atau Normal

Mungkin kalo secara pandangan manusia, hal ini adalah sesuatu yang brutal, namun dalam mekanisme seleksi alam, hal ini adalah sesuatu yang normal dimana peranan dari jamur ini adalah sebagai agen pengontrol populasi serangga agar tidak terlalu banyak populasinya di alam. Dan di hutan Sumatera tersebut selalu dalam kondisi seimbang komposisi hewan-hewannya, menarik bukan mekanisme alam dalam menjaga keseimbangannya.

Monday, October 24, 2022

DARA LAUT KUMIS, PENGEMBARA YANG TAHAN BANTING

Memasuki bulan September, sebagian besar wilayah di Indonesia akan kedatangan para pengembara dari bumi bagian utara. Para pengembara tersebut adalah para burung-burung migran yang mengembara ke selatan karena menjauhi daerah asal mereka di utara yang memasuki musim dingin, sehingga sebagian besar mangsanya juga pergi menghilang atau hibernasi. Salah satu jenis burung migran yang umum di temukan di Jakarta adalah Dara laut kumis.


MORFOLOGI DAN DISTRIBUSI

Dara laut kumis (Chlidonias hybrida), atau dalam Bahasa inggris dikenal dengan nama Whiskered Tern adalah salah satu anggota keluarga Laridae, burung ini mempunyai ukuran 23 – 29 cm dengan bentang sayap mencapai 64 – 70 cm dengan warna ketika tidak berbiak dominan putih serta paruh hitam, sedangkan ketika berbiak dominan berwarna abu-abu hingga leher dengan paruh berwarna merah, kepala hitam dan pipi putih. Umumnya burung ini ketika tiba di Indonesia sudah dalam kondisi warna bulu tidak berbiak, namun kadangkala masih dalam kondisi bulu berbiak, seperti foto di bawah. Burung ini berbiak di daerah Rusia, Monggolia dan Cina, ketika musim migrasi burung ini bergerak ke selatan menuju India, Asia Tenggara hingga beberapa daerah di Australia.


POLA PAKAN DAN KEBIASAAN

Burung ini merupakan jenis pemakan serangga, capung, berudu, laba-laba, kepiting dan ikan. Ketika bermigrasi melewati daerah tambak dan laut, burung dara laut kumis akan mencari ikan yang berenang di dekat permukaan air, dan dengan segera burung ini akan menukik tajam lalu ikan pun sudah tertangkap di paruh kecilnya. Ketika berbiak burung ini akan membuat sarang di tumpukan rerumputan di daerah berawa-rawa, sehingga nama lain burung ini adalah Marsh Tern. Dalam melakukan perjalanan migrasi, burung ini merupakan jenis burung yang tahan banting dimana hujan badai tidak menyurutkan burung ini untuk terus bergerak dan mencari makan.


TIPS MEMOTRET

Dalam memcapture Dara laut kumis dalam sebuah frame, sangat mudah ketika burung ini sedang bertengger namun ketika sedang terbang dan mendapatkan moment, perlu kejelian dalam melihat pergerakan burung ini. Beberapa tipsnya adalah sebagai berikut :

  1. Ketika burung ini sedang bergerombol, fokuskan ke salah satu individu dan ikuti terus pergerakan individu tersebut.
  2. Ketika Dara laut kumis akan menangkap ikan, biasanya kepalanya akan menunduk ke bawah dan melihat ke arah air, dan tak lama pasti burung ini akan terjun ke bawah.
  3. Atur kamera Anda dengan kecepatan rana tinggi sebagai prioritas, 1/500 detik atau lebih tinggi.
  4. Gunakan continuous shooting, ketika burung ini mulai terjun dan fokus ikuti pergerakan burung. 


DAFTAR PUSTAKA

Gochfeld, M., J. Burger, GM Kirwan, dan EFJ Garcia (2020).Whiskered Tern (Chlidonias hybrida), versi 1.0. Dalam Birds of the World (J. del Hoyo, A. Elliott, J. Sargatal, DA Christie, dan E. de Juana, Editor). Laboratorium Ornitologi Cornell, Ithaca, NY, AS. https://doi.org/10.2173/bow.whiter2.01

https://birdlife.org.au/bird-profile/whiskered-tern 

Friday, October 21, 2022

KACAMATA BIASA DULU BURUNG RECEH SEKARANG LANGKA

Siapa yang tak kenal dengan burung kuning kecil nan gesit ini, Kacamata biasa (Zosterops melanurus) atau dalam bahasa perdagangan burung di kenal dengan nama “Pleci” dengan ciri khas suara merdu dan lingkar putih di sekitar matanya membuat burung ini dalam kurun waktu 9 tahun kebelakang menjadi incaran para pemburu di hutan maupun di taman-taman kota di Jakarta, sehingga nama inggrisnya menjadi Sangkar White-eye karena saat ini, mudah menemukan burung kacamata di Sangkar.


MORFOLOGI 

Kacamata biasa berukuran kecil (10 – 11 cm), dengan warna dominan kuning dan terdapat lingkaran putih di sekitar mata, dengan garis hitam tebal ke arah paruh. Sebelumnya masuk ke dalam jenis Zosterops palpebrosus kemudian menjadi Zostrops melanurus dengan dua sub species yakni Z.m. melanurus yang mempunyai perut kuning dan Z.m. buxtoni yang mempunyai perut berwarna putih. 


DISTRIBUSI

Dalam buku Burungnesia Seri Panduan Lapangan – Sunda Besar, Kacamata biasa merupakan burung endemik Jawa dan Bali dimana Z.m. melanurus tersebar di Jawa bagian tengah, timur dan Bali. Sedangkan Z.m. buxtoni tersebar di Jawa bagian barat dan daerah Cibodas merupakan zona peralihan dimana kedua sub spesies tersebut hidup berdampingan, namun dari data foto-foto Jakarta Birdwatcher’s Society tahun 2011 sub spesies buxtoni dan melanurus tercatat keberadaannya di Taman Monas dan RTH sekitarnya seperti foto di bawah ini.



POLA PAKAN DAN KEBIASAAN

Merupakan jenis Omnivora yakni pemakan protein hewani dari serangga dan nabati dari kuncup kecil, biji, buah, dan nectar bunga-bungaan seperti pada benalu (Loranthus sp). Burung ini hidup secara berkelompok, terkadang bergabung dengan jenis kacamata lain seperti Kacamata Jawa (Zosterops flavus) dan Kacamata Gunung (Zosterops japonicus). Ada hal yang menarik dari kebiasaan burung Kacamata biasa dalam membuat sarang di Taman Monas, diduga karena sulitnya menemukan tumbuhan sebagai komponen sarang, burung ini menggunakan kertas layangan sebagai bahan pembuat sarangnya, seperti foto dibawah ini.



STATUS

Tahun 2010 – 2012 dari catatan Jakarta Birdwatcher’s Society, jenis burung ini masih banyak di temukan di Taman dan Hutan Kota DKI Jakarta, namun seiring populernya Kacamata biasa sebagai burung peliharaan di tahun 2013, tercatat penangkapan besar-besaran di Taman dan Hutan Kota Jakarta, hingga saat ini hanya di beberapa lokasi saja yang masih bisa di jumpai Kacamata Biasa di Jakarta dan hal ini juga berlaku secara umum di seluruh pulau Jawa. Karena seiring populasinya yang semakin menurun di alam status IUCN burung ini pun menjadi VULNERABLE atau RENTAN TERANCAM PUNAH di ALAM. 


DAFTAR PUSTAKA

Taufiqurrahman, I., P.G. Akbar, A.A. Purwanto, M. Untung, Z., Assiddiqi, M. Iqbal, W.K. Wibowo, F.N. Tirtaningtyas & D.A. Triana. 2022. Panduan lapangan burung-burung di Indonesia Seri 1: Sunda Besar. Birdpacker Indonesia-Interlude: Batu.

Van Riper, S. G. and B. van Balen (2020). Warbling White-eye (Zosterops japonicus), version 1.0. In Birds of the World (S. M. Billerman, Editor). Cornell Lab of Ornithology, Ithaca, NY, USA. https://doi.org/10.2173/bow.warwhe1.01 

Monday, October 17, 2022

BURUNG PENGHUNI HUTAN MANGROVE TERSISA DI JAKARTA

Sekilas burung ini memang mirip gagak, dengan warna didominasi hitam namun terdapat warna merah di sayap yang menjadi ciri khasnya. Selain warna merah di sayap tersebut, Bubut Jawa adalah bagian dari keluarga Cuculidae bukan keluarga Corvidae (Gagak), Cuculidae sendiri adalah keluarga burung yang unik, karena keluarga burung ini, kebanyakan jenisnya tidak bertanggung jawab ketika membesarkan anak.

Bubut Jawa di Jakarta sendiri sudah tercatat sejak tahun 1938 berdasarkan catatan Andries Hoogerwerf dalam bukunya "De Avifauna van Batavia en Omstreken" bertempat di Muara Angke yang dahulu berupa kawasan Cagar Alam dan persebaran burung ini hingga ke daerah Ancol serta Cilincing namun sayangnya hingga hari ini keberadaannya di Jakarta hanya bisa di temukan di Muara Angke saja.


MORFOLOGI 

Bubut Jawa (Centropus nigrorufus), dalam bahasa inggris di kenal dengan nama Javan Coucal atau Sunda Coucal. Burung ini mempunyai ukuran tubuh 46 cm dengan warna tubuh keseluruhan hitam dan terdapat warna merah di sayap dan mata. Secara penampakan mirip dengan Bubut besar (Centropus sinensis), namun warna hitam lebih kusam di bandingkan Bubut besar, dan hasil uji Mitokondria DNA, Bubut Jawa lebih dekat kekerabatannya dengan Bubut besar di bandingkan bubut lainnya. Untuk kakinya Bubut Jawa serta keluarga dari Cuculidae mempunyai jumlah jari 2 di depan dan 2 di belakang, hal ini yang membedakan Cuculidae dengan keluarga burung lainnya.


DISTRIBUSI

Bubut Jawa adalah jenis burung endemik di Pulau Jawa dan lebih sering ditemukan di Kawasan pesisir terutama di daerah mangrove dan rawa-rawa, namun ada catatan di musim hujan bisa ditemukan di daerah padang rumput, hutan tergenang dan perkebunan tebu. Informasi terbaru berdasarkan buku Panduan Lapangan Burung-burung di Sunda besar (Taufiqurrahman dkk 2022), keberadaan Bubut Jawa juga tercatat di Madura dan Bali. 


POLA PAKAN DAN KEBIASAAN

Bubut Jawa dilihat dari persentase pakannya, 57% memakan serangga, 40% memakan amfibi dan reptil, 2% mamalia kecil seperti tikus dan 1% bulir-bulir padi (Oryza sativa), sehingga bisa kategorikan burung ini sebagai Omnivora atau pemakan segala. Di kali Angke Jakarta, kebiasaan mencari pakan burung ini adalah mencari ulat bulu di rawa yang di tumbuhi rumput-rumput tinggi namun terkadang burung ini mencari makan di pinggiran kali Angke yang disatu sisi daerah ini di penuhi oleh sampah yang berasal dari kota Jakarta, di duga Bubut jawa mencari lalat-lalat yang hinggap di tumpukan sampah.


STATUS

Menurut IUCN, status Bubut Jawa adalah Vulnerable (VU) atau rentan terancam punah di alam yang artinya burung berstatus VU hanya memiliki 1000 individu dewasa di alam dan habitatnya terfragmentasi, hal ini cocok sekali dengan habitat Bubut Jawa yang kebanyakan berada di daerah pesisir dan dimana habitat pesisir ini adalah salah satu area di Jawa yang sering sekali beralih fungsi entah itu sebagai tambak, pemukiman atau area industri dan di Jakarta sendiri, dari tahun 1938 keberadaan Bubut Jawa yang dahulu tersebar luas sekarang menyusut hingga tersisa di Muara Angke saja. 

Selain berstatus Vulnerable sejak tahun 2018 Bubut Jawa sudah dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan semoga kedepannya populasinya tetap bertahan atau bertambah.


DAFTAR PUSTAKA

MacKinnon, J. 1990. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Penerbit Universitas Gadjah Mada.

Payne, R. B. and G. M. Kirwan 2020. Sunda Coucal (Centropus nigrorufus), version 1.0. In Birds of the World (J. del Hoyo, A. Elliott, J. Sargatal, D. A. Christie, and E. de Juana, Editors). Cornell Lab of Ornithology, Ithaca, NY, USA.  

Taufiqurrahman, I., P.G. Akbar, A.A. Purwanto, M. Untung, Z., Assiddiqi, M. Iqbal, W.K. Wibowo, F.N. Tirtaningtyas & D.A. Triana. 2022. Panduan lapangan burung-burung di Indonesia Seri 1: Sunda Besar. Birdpacker Indonesia-Interlude: Batu.


Friday, October 14, 2022

KUNTUL KECIL NAN MEMPESONA



Kuntul kecil (Egretta garzetta) adalah salah satu famili burung air Ardeidae yang keberadaannya umum di temukan Indonesia dan juga perkotaan. 


MORFOLOGI 

Sesuai dengan namanya, kuntul ini di bandingkan dengan kuntul lainnya berukuran kecil yakni 55-65 cm dengan bentangan sayap sepanjang 88-106 cm. Berwarna putih dari kepala hingga ekor dengan paruh dan kaki berwarna hitam. 

Terdapat juga Kuntul kecil ras migran yang mempunyai telapak kaki berwarna kuning. Jika berbiak tampak jambul di kepalanya dan ada warna biru di sekitar mata.

DISTRIBUSI

Tersebar luas di seluruh dunia, mulai dari Afrika, Eropa, Asia hingga Australia dan Amerika Latin. di Indonesia sendiri, burung ini  kebanyakan di temukan di pesisir pantai hingga sawah di pegunungan di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi hingga Papua.


KEBIASAAN

Dikutip dari buku John Mackinnon tahun 1990, Burung ini mencari makanan dalam kelompok yang terpencar-pencar, sering bercampur dengan burung-burung perancah yang lain. Kadang-kadang terlihat mengejar mangsanya di tepian pantai di tempat yang dangkal. Bila pulang ke tempatnya bermalam, burung-burung ini terbang dalam formasi V. 

Kuntul ini memangsa berbagai jenis ikan, kodok, krustasea, serangga air, dan juga belalang. Kuntul kecil bersarang dalam koloni, bercampur dengan burung-burung air lainnya. 

Sarangnya berupa tumpukan ranting-ranting serupa panggung, dibuat di pucuk-pucuk pohon; biasanya pohon yang tanahnya tergenang air.


DAFTAR PUSTAKA

MacKinnon, J. 1990. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Penerbit Universitas Gadjah Mada. Hal. 75-76.

MacKinnon, J., K. Phillipps, & B. van Balen. 2000. Burung-burung di Sumatra, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi LIPI dan BirdLife IP.

Monday, October 10, 2022

Takur ungkut-ungkut Sang Pandai Besi

Takur ungkut-ungkut adalah salah satu burung menarik yang bisa di amati di beberapa daerah di Jakarta. salah satunya di Taman Monas, Taman Suropati, Taman Langsat, Hutan Kota Kemayoran, Kawasan GBK dan Taman Margasatwa Ragunan. Burung ini memiliki nama latin Psilopogon haemacephalus atau Megalaima haemacephala

Takur ungkut-ungkut merupakan burung yang mempunyai struktur paruh keras, karena di pergunakan untuk membuat lubang di pohon maupun mencari pakan berupa ulat yang tersembunyi di balik kulit kayu sebuah batang pohon, walapun sebagian besar makanannya berupa buah-buahan.

Persebaran burung ini sangat luas, mulai dari India, Pakistan, Nepal, Myanmar, Thailand, Vietnam, Laos, Malaysia, Filipina hingga Indonesia. dan dari 9 sub spesies yang ada di Indonesia terdapat dua sub spesies burung ini yakni Psilopogon haemacephalus delicus untuk wilayah Sumatera dan Psilopogon haemacephalus roseus untuk wilayah Jawa dan Bali.

Entah kenapa dalam bahasa inggris burung ini dinamai Coppersmith Barbet. Menurut Bas van Balen, salah satu peneliti burung asal Belanda, penamaan coppersmith karena suaranya yang terdengar seperti penempa besi yang sedang menempa tembaga, saya juga ndak terbayang suara tempaan tembaga seperti apa, namun penamaan dalam bahasa Indonesia mengikuti irama suaranya yang berbunyi "ungkut ungkut ungkut ungkut" dan terus bersuara seperti itu hingga beberapa waktu. dan menurut kalian apakah suaranya mirip dengan tembaga yang sedang di tempa?

Suara Takur Ungkut-ungkut