Di sudut-sudut kota Jakarta, di antara hiruk-pikuk kendaraan dan gemerlap lampu malam, terdengar kicauan kecil yang sering luput dari perhatian. Suara itu milik burung Bondol Peking (Lonchura punctulata), si mungil yang setia menghiasi taman-taman kota, pekarangan rumah, hingga lahan kosong di ibu kota. Dengan tubuhnya yang tak lebih besar dari ibu jari manusia, burung ini menyimpan cerita menarik tentang kehidupan, adaptasi, dan peran ekologisnya di tengah kerasnya dinamika urban. Artikel ini mengajak kita menyelami dunia Bondol Peking, baik dari sisi biologisnya secara umum maupun kehidupannya yang unik di Jakarta.
This is my journey to capture amazing biodiversity in my country Indonesia.
Sunday, June 15, 2025
Bondol Peking: Si Kecil yang Meramaikan Jakarta
Bondol Peking, atau dalam bahasa lokal sering disebut “pipit peking” atau “emprit peking,” adalah anggota keluarga Estrildidae, kelompok burung kecil pemakan biji-bijian. Nama ilmiahnya, Lonchura punctulata, merujuk pada pola titik-titik (punctulata berarti bertitik) pada bulu dadanya yang menyerupai sisik. Burung ini memiliki panjang tubuh sekitar 11-12 sentimeter, dengan bulu dominan cokelat keabu-abuan, kepala cokelat tua, dan paruh pendek yang kuat, cocok untuk memecah biji-bijian kecil.
Secara global, Bondol Peking tersebar luas di Asia Selatan dan Tenggara, mulai dari India, Sri Lanka, hingga Indonesia, serta telah menyebar ke beberapa wilayah lain akibat introduksi manusia. Di Indonesia, burung ini ditemukan di hampir seluruh pulau besar, dari Sumatera hingga Papua. Habitat alaminya meliputi padang rumput, lahan pertanian, dan tepi hutan, tetapi Bondol Peking dikenal sebagai spesies yang sangat adaptif terhadap lingkungan buatan manusia, termasuk kawasan perkotaan seperti Jakarta.
Burung ini hidup dalam kelompok kecil hingga besar, sering terlihat bergerombol di ranting pohon atau di tanah sambil mencari makan. Makanan utamanya adalah biji-bijian liar, seperti padi liar atau rumput-rumputan, tetapi mereka juga tak ragu memakan sisa makanan manusia, seperti remah-remah nasi atau roti. Bondol Peking berkembang biak sepanjang tahun, terutama saat musim hujan ketika makanan lebih melimpah. Sarangnya yang berbentuk bola anyaman dari rumput kering biasanya dibangun di dahan pohon rendah atau semak-semak.
Jakarta, sebagai kota metropolitan dengan laju urbanisasi yang pesat, mungkin bukan tempat yang ramah bagi satwa liar. Namun, Bondol Peking justru menunjukkan kemampuan adaptasi yang luar biasa. Burung ini dapat ditemui di berbagai sudut kota, mulai dari taman-taman publik seperti Taman Suropati dan Taman Menteng, hingga pekarangan rumah di kawasan perumahan padat seperti Kebayoran Baru atau Tanah Abang. Bahkan, di lahan-lahan kosong yang dipenuhi rumput liar atau di sekitar pasar tradisional, kicauan mereka tetap terdengar.
Salah satu kunci keberhasilan Bondol Peking di Jakarta adalah kemampuannya memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Di kota ini, mereka sering terlihat mencari makan di trotoar, mematuk sisa-sisa makanan yang dibuang manusia, atau mengais biji-bijian dari tanaman liar yang tumbuh di celah-celah beton. Di taman-taman kota, mereka kerap memakan biji rumput yang ditanam sebagai bagian dari lansekap. “Saya sering lihat burung kecil ini di taman dekat kantor. Mereka lincah sekali, loncat-loncat di rumput sambil nyanyi,” ujar Rina, seorang karyawan swasta yang bekerja di kawasan Sudirman.
Namun, kehidupan di Jakarta juga membawa tantangan bagi Bondol Peking. Polusi udara, kebisingan, dan berkurangnya ruang hijau akibat pembangunan menjadi ancaman nyata. Meski demikian, burung ini tampaknya mampu bertahan karena sifatnya yang oportunistik. Mereka tidak terlalu pilih-pilih soal tempat bertengger atau bersarang. Di beberapa kawasan, seperti di sekitar Kali Ciliwung atau kanal-kanal kota, Bondol Peking sering membangun sarang di semak-semak atau pohon kecil yang masih tersisa. “Mereka pintar memanfaatkan apa saja yang ada. Bahkan di pohon kecil dekat jalan raya, saya pernah lihat sarang mereka,” kata Agus, seorang pengamat burung amatir di Jakarta.
Meski kecil, Bondol Peking memiliki peran penting dalam ekosistem kota. Sebagai pemakan biji-bijian, mereka membantu mengendalikan populasi tanaman liar, terutama rumput-rumputan yang sering dianggap gulma oleh manusia. Di lahan kosong atau pinggir jalan, kehadiran mereka mencegah tanaman tertentu tumbuh terlalu dominan, yang pada gilirannya menjaga keseimbangan mikroekosistem lokal.
Selain itu, Bondol Peking juga menjadi bagian dari rantai makanan. Di Jakarta, mereka menjadi mangsa bagi burung predator kecil seperti Alap-alap sapi (Falco mollucensis) atau burung hantu yang kadang muncul di malam hari. Kehadiran mereka juga menarik perhatian kucing liar, yang meski menjadi ancaman bagi burung ini, juga menunjukkan betapa Bondol Peking terintegrasi dalam dinamika ekologi kota.
Di sisi lain, Bondol Peking juga memiliki nilai budaya dan sosial di Jakarta. Bagi sebagian warga, kicauan mereka di pagi hari membawa suasana alam yang menenangkan di tengah kepadatan kota. “Suaranya kecil, tapi kalau didengar pagi-pagi, rasanya seperti di kampung,” ujar Siti, seorang pedagang di Pasar Minggu. Di beberapa komunitas, burung ini juga menjadi simbol ketahanan, mengingatkan kita bahwa kehidupan bisa terus berjalan meski dalam kondisi yang sulit.
Meski Bondol Peking terlihat tangguh, masa depan mereka di Jakarta tidak sepenuhnya cerah. Pembangunan yang terus menggerus ruang hijau mengurangi habitat alami mereka. Penyemprotan pestisida di taman-taman kota juga dapat mengurangi sumber makanan mereka, sementara polusi udara berpotensi memengaruhi kesehatan burung ini dalam jangka panjang. Kompetisi dengan spesies lain, seperti burung Gereja (Passer montanus), yang juga adaptif di perkotaan, turut menjadi tantangan.
Namun, ada harapan untuk menjaga keberadaan Bondol Peking di Jakarta. Upaya penghijauan kota, seperti penanaman pohon dan pembuatan taman-taman baru, dapat menjadi oase bagi burung ini. Komunitas pengamat burung di Jakarta, seperti Jakarta Birdwatcher Society, juga mulai mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati kota. “Kita bisa mulai dari hal kecil, seperti tidak membuang sampah sembarangan atau menanam tanaman asli di pekarangan rumah. Ini membantu burung seperti Bondol Peking untuk tetap bertahan,” ujar Bilal, salah satu anggota komunitas tersebut.
Pemerintah DKI Jakarta juga dapat berperan lebih besar, misalnya dengan memasukkan konservasi satwa kecil seperti Bondol Peking dalam perencanaan tata kota. Penyediaan koridor hijau atau ruang terbuka hijau yang ramah satwa bisa menjadi langkah konkret. Selain itu, edukasi di sekolah-sekolah tentang pentingnya menjaga burung-burung kota dapat menumbuhkan kesadaran generasi muda.
Bondol Peking, dengan tubuh kecil dan kicauan sederhananya, adalah pengingat bahwa kehidupan selalu menemukan cara untuk bertahan, bahkan di tengah kerasnya kota seperti Jakarta. Mereka mengajarkan kita tentang adaptasi, ketahanan, dan pentingnya menjaga keseimbangan alam, sekecil apa pun peran yang dimainkan. Di pagi hari, saat kicauan mereka terdengar di sela-sela deru kendaraan, mungkin kita bisa sejenak berhenti dan tersenyum, mengapresiasi kehadiran si kecil yang terus meramaikan ibu kota.
Dengan menjaga ruang hijau dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya keanekaragaman hayati, kita tidak hanya menyelamatkan Bondol Peking, tetapi juga memperkaya kehidupan kita sendiri. Sebab, di tengah beton dan aspal Jakarta, kicauan Bondol Peking adalah lagu alam yang tak ternilai harganya.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Bondol Peking: Si Kecil yang Meramaikan Jakarta
Di sudut-sudut kota Jakarta, di antara hiruk-pikuk kendaraan dan gemerlap lampu malam, terdengar kicauan kecil yang sering luput dari perhat...
-
Kicauan burung di antara gedung-gedung pencakar langit Jakarta bukan sekadar melodi pengiring hiruk pikuk kota. Lebih dari itu, keanekaragam...
-
Di antara rerimbunan dedaunan hutan pegunungan, sesosok makhluk mungil berwarna biru tua menari lincah, sesekali melesat cepat menangkap ser...
-
Kita sering mendengar tentang lebah dan kupu-kupu sebagai pahlawan penyerbukan, tapi tahukah Anda bahwa kumbang juga ikut bermain peran? Mes...