“Peeeeeng” ... suara nyaring dari sesosok hewan
terdengar membahana di hutan hujan bukit limun desa Temalang, Kabupaten
Sarolangun, Jambi.
“wah ... ayo bergegas jalannya, kataknya dah
bersuara, tandanya bentar lagi hujan” seru Andri salah satu rekanku di FFI-IP
bagian survei herpetofauna.
“eh itu suara si Megophrys nasuta ndri? Tanyaku
“yup itu suara dia” balas Andri
Megophrys
nasuta atau dalam bahasa Inggris disebut The Long-nosed Horned Frog,
sayangnya belum ada namanya dalam bahasa Indonesia, tetapi ku biasa
memanggilnya Katak bertanduk hidung pinokio he he he ....
Ku sendiri sangat rindu untuk bertemu si hidung
pinokio ini. Pertama kali bertemu jenis ini sewaktu ku survei di area PT SJM di
Kalimantan Barat tahun 2007, ku sangat terpesona sekali dengan wujudnya. Katak
ini memiliki kelopak mata dan hidung yang panjang, sangat panjang dibandingkan dengan
sepupunya yang biasa ku temui di Pulau Jawa yaitu Megophrys montana. Maka ketika bertemu katak ini lagi di bulan
Desember 2013 tak ku sia-sia kan untuk memotret katak ini.
M. Nasuta, tersebar mulai dari Thailand, Malaysia,
Singapura hingga pulau Sumatera dan Kalimantan. Habitatnya mulai dari hutan dataran
rendah yang lembab hingga hutan sub montana. Warna dari katak ini coklat terang hingga
coklat gelap, menyerupai lantai hutan dan panjang katak ini bisa mencapai 10 –
12 cm.
Dalam hal berburu katak ini merupakan ahlinya
penyamaran, berdiam diri dilantai hutan dengan ditutupi beberapa daun-daun,
penyamarannya benar-benar sempurna. Mangsa yang lewat pun tidak curiga ... lalu
hap!! Tertangkaplah laba-laba, kadal, katak dan tikus kecil yang menjadi
mangsanya.
Dari perjalanan ku di Jambi beberapa waktu lalu,
yang menarik adalah ketika katak ini sudah bersuara maka sebentar lagi hujan
akan turun. Walaupun belum dibuktikan secara ilmiah namun dari pengalaman
kemarin, setelah katak ini berbunyi, hujan kemudian turun. Setidaknya suara
katak ini bisa dijadikan acuan ketika berada di dalam hutan sebagai tanda-tanda
bahwa hujan akan datang he he he
Status katak ini di IUCN masih sebatas Least
Concern, atau belum menjadi prioritas karena masih banyaknya populasi katak ini
di alam, namun di beberapa forum pemelihara hewan amfibi, katak ini mulai
diperjual belikan dengan harga sekitar Rp. 350.000 – Rp. 450.000, dikhawatirkan
jika pengambilan jumlah besar populasi katak ini di alam, maka katak ini
perlahan akan punah. Di tambah secara langsung hutan yang menjadi habitat katak
ini rentan berubah fungsinya .... T-T